Translate

Search This Blog

Tuesday 20 September 2011

Tata Cara Melamar (Adat Jawa / Nasional)

Sekarang jaman semakin canggih, segala informasi hampir semua bisa diakses lewat dunia maya. Beberapa tahun yang lalu, ya 10 atau 15 tahun yang lalu, saya sebagai orang desa hanya bisa mendengar cerita bahwa ada yang namanya internet, tanpa bisa menikmati, tapi sekarang, hampir disemua pelosok sudah terkoneksi dengan internet, bahkan anak-anak SD yang belum lancar membacapun sudah pandai bermain jejaring sosial seperti facebook ataupun twitter.

Jaman memang selalu berubah, tapi jika ditilik ke belakang, ada yang sulit untuk dirubah. ini sudah menjadi tradisi yang turun temurun. Walaupun sekarang sudah banyak mengalami penyesuaian dengan perkembangan jaman, tapi tetap saja rangkaian itu tidak akan bisa untuk dihilangkan.

Mungkin ketika masih belum berpikir tentang keluarga, kita belum begitu ingin mengetahui, atau bahkan acuh terhadap rangkaian yang amat sakral ini (hehehe, agak serius dikit boleh kan,..=) ). Iya bener, prosesi lamaran. Aku sendiri sempat bingung sebenarnya bagaimana sich prosesi lamaran yang lazim dilakukan ketika seorang jejaka ingin menyunting gadis, nah uraian berikut ini saya tulis, mungkin saja bisa berguna bagi semua yang sedang bingung terkait prosesinya seperti apa dan apa saja yang harus dipersiapkan, seperti aku yang sedang mempersiapkan semua nya, walaupun gak tau kapan waktunya, tidak ada salahnya kita prepare dari jauh-jauh hari. Langsung saja ya,..penjelasan untuk prosesi lamaran, tapi khususnya yang berasal dari suku jawa, atau yang lebih enak disebut 'yang nasional' saja,..lets check it!!

Sebelum Melamar

Sebisa mungkin sudah ada pembicaraan terlebih dahulu antara pasangan yang berkepentingan... misalnya antara Mas Joko dengan Mbak Siti, supaya jelas segala komitmen akan kebutuhan dan kemampuannya dalam menyelenggarakan pernikahan... hal ini sangat diperlukan, supaya nanti kalau sudah berhadapan sama pihak lain dan ada masalah, Mas Joko sama Mbak Siti sudah satu komitmen dulu... jadi bisa saling menguatkan... bahas saja berdua dulu, tentang gimana rencana untuk acara pernikahannya, budgetnya berapa, terus rencana2 paska nikah, seperti mau tinggal dimana, langsung beli rumah atau ngontrak dulu, dsb...


Yang kedua, sebisa mungkin sudah ada omongan terlebih dahulu antara pasangan yang berkepentingan terhadap keluarganya masing-masing... jadi misalnya Mas Joko sama keluarganya udah ngomongin ini-itunya... Mbak Siti juga begitu sama keluarganya... hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya perselisihan pendapat atau kesalahpahaman antara keluarga ketika sudah bertemu nantinya di acara lamaran... secara gitu loh, pas waktu lamaran kan biasanya dibahas hal-hal sensitif, semisal tentang permintaan syarat mahar/mas kawin, tanggal pernikahan, mau seberapa besar pestanya, dsb... kalau sudah ada bocoran mengenai keinginan dari masing-masing pihak keluarga, kemungkinan urusan lamarannya akan jauh lebih lancar...

Saat Lamaran

Sebisa mungkin, pihak keluarga laki-laki membawa juru bicara (biasanya orang yang dituakan) ... berdasar pengalaman, orang yang dituakan ini biasanya bukan orang tua dari pihak mempelai pria lho,.. (bukan semata-mata bokapnya si cowo)... tapi mungkin masih keluarga mempelai pria, (tapi biasanya dan kalau bisa) lebih tua dari bokapnya calon mempelai pria... hal ini untuk menjaga agar pembicaraan keluarga nantinya bisa lebih objektif, karena bukan ortunya langsung yang ngomong... karena kalo ortu sendiri kan terkadang over-protected sama anaknya masing-masing... sebisa mungkin juga cari orang yang sudah pernah menikahkan anak cewenya untuk jadi juru bicara... tujuannya, supaya saat nanti keluarga cowo berunding, juru bicaranya bisa berbicara sebagai orang yang lebih bijak... karena pertama dia lebih tua dari pihak-pihak yang diwakilinya, dan kedua karena dia bisa memahami perasaan orang tua mempelai cewe juga, karena dia udah pernah nikahin anak cewenya... lebih bagus lagi kalau jubirnya ini juga memiliki wawasan agama yang baik, terserah bagaimanapun latar-belakang agama keluarga masing-masing... karena pernikahan kan urusan religius juga pada akhirnya...

sama bagi wanita... saat menerima lamaran sebisa mungkin diwakili oleh juru bicara keluarga yang kalo bisa posisinya lebih dituakan dari ortunya cewe, udah pernah pengalaman nikahin anak cowonya, dan sebisa mungkin lebih paham dalam masalah agama...



selebihnya, standard urusan syarat lamaran... seperti "oleh-oleh" apaan aja yang kudu dibawa... tapi yang sering dipake yaitu minimalnya ada kue-kue (jajan pasar), buah-buahan, bolu (dari tart, brownies kukus, sampai lapis legit juga boleh), sama cincin tanda jadi atau yang lebih dikenal dengan istilah "peningset"  (boleh satu atau sepasang klo ada budgetnya, klo nggak ada... sebiji juga gak masalah karena inti dari prosesi lamaran dalam adat jawa adalah mengikat pihak wanita supaya tidak didekati oleh keluarga laki-laki lain)...
 setelah itu selesai, tiba saatnya melaksanakan rangkaian menuju pernikahan yang selanjutnya,..
begitulah kurang lebih tatacara lamaran menurut informasi yang aku tahu, dan tiu semua berasal dari adat jawa yang sudah banyak disesuaikan. kalau ada yang kurang atau salah monggo dikoreksi saja,.. ini akan sangat membantu orang-orang yang sedang butuh info tentang lamaran, seperti saya ini,..hahahahaha,... =)

semoga membantu,

,...



*dari berbagai sumber,...

Sunday 18 September 2011

Persiapan Diri Menjelang Pernikahan

Pernikahan adalah awal perjalanan mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga. Perjalanan panjang yang tidak hanya sehari dua hari saja, tetapi seumur hidup. Seperti halnya sebuah perjalanan, maka diperlukan bekal dan persiapan yang cukup sebelum memulai perjalanan, begitu pula ketika akan memulai kehidupan baru dalam rumah tangga. Banyak sekali yang perlu dipersiapkan agar nantinya kapal yang dinaiki tidak karam ketika badai atau ombak menerpanya. Banyak sekali bekal yang perlu dibawa agar nantinya bisa tetap eksis sampai tujuan, menuju keluarga sakinah mawaddah warahmah dalam mencapai ridha Allah SWT.



Ternyata banyak lho yang perlu disiapkan ketika kita sudah berazam untuk menggenapkan setengah dien ini. Jadi, tidak sekedar punya keinginan untuk menikah saja alias ’bonek’ (bondo nekat) tapi sebuah niat yang dibarengi dengan persiapan lahir dan batin sehingga ketika saatnya nanti tiba kita tidak ragu untuk melangkah.


Persiapan melakukan apapun adalah awal dari keberhasilan. Apalagi untuk sebuah pernikahan, momen besar dalam kehidupan seorang laki-laki dan seorang permpuan. Momen besar bagi mempelai laki-laki karena ia akan bertambah amanah dari tanggung jawab atas dirinya sendiri menjadi tanggung jawab terhadap sebuah keluarga.



Bermula dari istri dan nantinya anak-anak. Ia akan menerima limpahan perwalian seorang perempuan dari ayah atau wali yang lain. Bagi seorang perempuan momen besar itu lebih luar biasa lagi. Ia akan mempersilahkan seorang laki-laki yang tadinya bukan siapa-siapa, untuk memimpin dirinya. Kerelaan yang sungguh luar biasa.



Untuk sebuah persitiwa bersejarah itulah laki-laki dan perempuan hendaknya memiliki kesiapan diri secara moral spiritual, konsepsional, fisik, material dan sosial.



a. Persiapan Moral dan Spiritual



Kesiapan secara spiritual ditandai oleh mantapnya niat dan langkah menuju kehidupan rumah tangga. Tidak ada rasa gamang atau keraguan tatkala memutuskan untuk menikah, dengan segala konsekuensi atau resiko yang akan dihadapi paska pernikahan.



Jika anda seorang laki-laki, ada kesiapan dalam diri anda untuk bertindak sebagai qawam dalam rumah tangga, untuk berfungsi sebagai bapak bagi anak-anak yang akan lahir nantinya dari pernikahan. Ada kesiapan dalam diri anda untuk menanggung segala beban yang disebabkan oleh karena posisi anda sebagai suami dan bapak.



Jika anda seorang perempuan, harus ada kesiapan dalam diri untuk membuka ruang baru bagi intervensi seorang mitra yang bernama suami. Kesiapan untuk mengurangi sebagian otoritas atas dirinya sendiri lantaran tunduk pada prinsip syura dan ketaatan pada suami. Kesiapan untuk hamil, menyusui. Kesiapan untuk menanggung beban-beban yang muncul akibat hadirnya anak.



Sebelum memutuskan untuk menikah, persiapan diri dari segi moral amat signifikan. Ingatlah pernyataan Allah bahwa wanita-wanita yang beriman adalah untuk laki-laki yang beriman dan wanita-wanita pezina adalah untuk laki-laki pezina. Yang keji hanya layak mendapatkan yang keji pula.



Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita yang keji (pula). Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik (pula) (An-Nur:26)



Jika anda ingin mendapat pasangan yang baik, jadikan diri baik terlebih dahulu. Jika ingin mendapatkan istri yang salehah, jadikan diri anda saleh terlebih dahulu, dan sebaliknya. Bagaimana anda menuntut istri anda sekualitas Fatimah, sedangkan anda sendiri tidak sekapasitas Ali? Bagiamana mungkin anda berharap istri anda setabah Sarah dan Hajar, sedangkan anda tidak sekokoh Ibrahim As.?



Para sahabat dan sahabiyat Nabi Saw. adalah komunitas yang terbina dalam proses tarbiyah Islamiyah secara unik dan berkesinambungan. Mereka adalah sebaik-baik generasi, oleh karenanya laki-laki muslim pada zaman itu mendapatkan pasangan wanita muslimah yang sepadan dalam kebaikan. Pilihan mereka adalah baik dan lebih baik.



Adapun cara mempersiapkan moralitas untuk para calon pengantin sebagaimana yang terjadi pada kurun kenabian, adalah dengan meningkatkan pengetahuan agama dan perbaikan diri secara kontinu melalui forum tarbiyah, ta’lim, training, berguru secara khusus, membaca, silaturahim dan banyak wasilah yang lain. Bersamaan dengan itu jadikan diri cinta beramal saleh dan ihsan. Tidak lupa senantiasa langkah bergabung dengan lingkungan yang baik. Semoga Allah memudahkan langkah usaha itu dan menjadikan diri kita menjadi pribadi taqwa.



Persiapan spiritual bisa anda lakukan dengan berbagai tuntutan yang ibadah baik yang wajib maupun yang disunnahkan. Berdoa kepada Allah senantiasa agar mendapatkan kekuatan dan kemantapan hati dalam meniti hidayah sehingga tidak melenceng dari kebenaran. Istighfar, mohon ampun kepada Allah, dan taubat merupakan cara untuk melakukan evaluasi atau kelemahan diri.



Lebih penting lagi adalah upaya kolektif untuk senantiasa berada dalam kebaikan. Ada upaya secara bersama-sama dari komunitas kaum muslimin untuk mencapai kematangan diri sesuai arahan Islam.



b. Persiapan Konsepsional



Kesiapan konsepsional ditandai dengan dikuasainya berbagai hukum, etika, aturan dan pernak-pernik pernikahan serta kerumahtanggaan. Kadang dijumpai di kalangan masyarakat kita, mereke menikah tanpa aturan Islam tentang pernikahan dan kerumahtanggaan. Wajar kalau kemudian dalam hidup berumah tangga terjadi berbagai bentuk yang tidak bersesuaian dengan sunah kenabian disebabkan oleh ketidakmengertian.



Ada pasangan yang telah bertahun-tahun menikah tapi ternyata tidak tahu bagaimana do’a hubungan suami istri dan bagaimana cara mandi besar.



Ada fenomena di beberapa kalangan masyarakat kita yang tidak memperhatikan faktor kesucian rumah tangga. Berbagai jenis najis tidak dibersihkan dengan tatacara yang sesuai dengan ketentuan fikih. Di antara penyebab semua itu adalah minimnya ilmu mengenai hukum pernikahan dan kekeluargaan.



Bahkan mulai merebak fenomena saat ini banyak terjadi pernikahan antaragama, atas nama kebebasan menjalankan kehidupan beragama. Beberapa kalangan artis melakukannya dengan bangga dan terbuka, dan bahkan ketika salah seorang muslimah yang menjadi artis menikah dengan seorang laki-laki non muslim, ia mengatakan ketika dikonfirmasi, ”Saya tidak mengetahui bahwa menikah antar agama itu tidak diperbolehkan dalam Islam.”



Seakan-akan pernikahan hanyalah peristiwa hidup pada umumnya seperti makan, tidur, mandi, dst. Seakan-akan begitu mudah mereka melaksanakan itu tanpa ada beban bahwa pernikahan adalah sebuah amanah besar yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.



Seorang laki-laki dan perempuan harus mengetahui dengan baik dan benar posisi dan peran masing-masing pihak dalam konteks rumah tangga. Apa hak dan kewajiban masing-masing pihak dan juga hak serta kewajiban bersama. Tata krama pergaulan suami istri dalam rumah tangga dan berbagai pengetahuan yang menyebabkan kebaikan sebuah keluarga perlu dimengerti, sehingga belajar dan menyiapkan diri secara konsepsional merupakan suatu keharusan bagi setiap pribadi.



Cara yang bisa ditempuh untuk mendapatkan persiapan konsepsional adalah dengan banyak belajar, baik dengan diskusi, bertanya kepada ahlinya, mengikuti kajian, ta’lim, pembekalan pernikahan, atau dnegan membaca buku-buku dan mendengarkan ceramah melalui media elektronik. Banyak cara yang bisa dilakukan, yang diperlukan hanyalah niat dan kemauan.



Apalagi ketika Umar bin Khathab memesankan kepada kaum laki-laki, ”Ajari istrimu kandungan surat An-Nur”. Maka semakin menguatkan alasan bagi kaum laki-laki untuk banyak membekali diri agar mampu mengajarkan isi surat An-Nur kepada istrinya. Bukan hanya mengajarkan, namun ia adalah pihak yang menuntun dan mencontohkan pertamakali aplikasi dari isi surat An-nur.



c. Persiapan Fisik



Kesiapan fisik ditandai dengan adanya kesehatan yang memadai sehingga kedua belah pihak akan mampu melaksanakan fungsi diri sebagai suami dan istri dengan optimal. Apabila di antara indikator ”mampu” yang dituntut dalam pelaksanaan pernikahan adalah kemampuan melakukan jimak, maka kesehatan dituntut pada laki-laki dan perempuan salah satunya menyangkut kemampuan berhubungan suami istri secara wajar. Hal yang amat penting dalam konteks kesehatan ini adalah pada sisi kesehatan reproduksi. Bahwa laki-laki dan perempuan akan mampu melakukan fungsi reproduksi dengan baik.



Melakukan pemeriksaan kesehatan kepada ahlinya merupakan satu langkah yang bisa ditempuh menjelang pernikahan. Masing-masing pihak juga bisa mendeteksi dalam diri sendiri adanya penyakit tertentu yang dirasakan selama ini. Laki-laki dan perempuan muslim hendaklah rajin melaksanakan olahraga sebagai bagian dari penjagaan kesehatan dan kebugaran diri.



Oleh karena itu diperlukan kebugaran, bukan saja kesehatan, agar bisa senantiasa energik, tidak malas-malasan, tidak mudah lelah, dan senantiasa memiliki vitalitas tingi. Hidup teratur, makan seimbang dan bergizi, cukup istirahat, olahraga teratur merupakan langkah-langkah untuk menuju kesehatan dan kebugaran fisik.



d. Persiapan Material



Islam tidak menghendaki kita berpikiran materialistis, bahwa orientasi dalam kehidupan hanyalah materi. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa materi merupakan salah satu sarana ibadah kepada Allah.



Islam meletakkan kewajiban ekonomi akibat dari pernikahan ada di tangan suami. Para suami berkewajiban menyediakan kehidupan bagi istri, mulai kebutuhan konsumsi, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan dan juga transportasi. Bukan berarti istri tidak boleh bekerja produktif. Hanya saja pada pihak istri bukan merupakan kewajiban untuk produktif di bidang ekonomi.



Persiapan material sebelum pernikahan dimaksudkan lebih kepada kesiapan pihak laki-laki untuk menafkahi dan kesiapan perempuan untuk mengelola keuangan keluarga. Bukan berapa jumlah tersedianya dana untuk melaksanakan pernikahan.



Sebelum menikah, seorang laki-laki harus mengetahui pintu-pintu rizki yang akan menghantarkan dia pada pemenuhan kewajiban dalam menafkahi keluarganya. Setiap muslim hendaknya memiliki optimisme tinggi untuk bisa mendapatkan karunia dari Allah berupa rizki. Sepanjang mereka mau berusaha, jalan-jalan kemudahan itu akan datang. Allah telah berfiman:



Sesungguhnya Kami menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu (sumber) penghidupan (Al-A’raf:10)



Meskipun kaum perempuan tidak mendapatkan beban kewajiban material, akan tetapi bukan berarti tidak boleh bekerja produktif. Dalam kehidupan sekarang, dimana kebutuhan hidup semakin kompleks, telah banyak dijumpai suami dan istri sama-sama bekerja, sejak mereka belum berumah tangga. Hal seperti ini tidaklah tercela selama mereka berdua saling meridhai dan memilih pekerjaan halal serta sesuai fitrah masing-masing pihak.



e. Persiapan Sosial



Menikah menyebabkan pelakunya mendapatkan status sosial di tengah masyarakat. Jika sewaktu lajang dia masih menjadi bagian dari keluarga bapak dan ibunya, sehingga belum diperhitungkan dalam kegiatan kemasyarakatan, setelah menikah mereka mulai dihitung sebagai keluarga tersendiri.



Membiasakan diri terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan merupakan cara melakukan persiapan sosial. Apabila laki-laki dan perempuan muslim telah mencapai usia dewasa hendaknya mereka mengambil peran sosial di tengah masyarakat sebagai bagian utuh dari cara mereka belajar berinteraksi dalam kemajuan masyarakat. Jika sebelum menikah tidak terbiasa melakukan interaksi sosial seperti ini, biasanya muncul kekagetan ketika telah berumahtangga dengan sejumlah tuntutan sosial yang ada.



Oleh karena itu, belajar berinteraksi dengan realitas kehidupan masyarakat merupakan salah satu langkah yang perlu diambil oleh laki-laki dan perempuan agar nantinya tidak canggung ketika hidup berumahtangga dan bermasyarakat secara riil.

--------------------------------------------------------------------------------------------------

Memang semua hal perlu dipersiapkan sebaik mungkin agar hasil yang kita dapatkan juga bisa sesuai dengan yang kita harapkan. Karena pernikahan adalah hal yang sangat sakral dan merupakan tonggak awal kehidupan yang sebenarnya, maka kita harus bisa mempersiapkan segalanya untuk kebaikan semuanya,. Semoga persiapan yang telah dilakukan dapat selesai dan dapat terpenuhi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan,..

"aku tetap berusaha untuk konsisten tentang apa yang telah 'kita' rencanakan, semoga semua berjalan sesuai rencana, Amieen,.."

Note : renungan 19 September 2011 (road to wedding,...) hehehe, insyaallah,..


Referensi: Buku Di Jalan Dakwah Aku Menikah, Cahyadi Takariawan


Sumber: Baituna